Harga Komoditas Masih Lesu Meski AS-China Longgarkan Tarif, Sektor Pertambangan Tertekan
![]() |
Foto: Isna Rifka Sri Rahayu/Kompas |
DKI.TODAY – Kebijakan pelonggaran tarif antara Amerika Serikat dan China ternyata belum mampu mengerek harga komoditas global. Padahal, langkah ini diharapkan bisa memulihkan permintaan dan mendongkrak nilai ekspor negara-negara produsen, termasuk Indonesia.
Pelonggaran Tarif Tak Berdampak Signifikan
Meskipun AS dan China sepakat mengurangi bea masuk untuk beberapa produk strategis, harga komoditas utama seperti batubara, minyak sawit (CPO), dan nikel tetap berada di zona merah. Data Bloomberg Commodity Index menunjukkan pelemahan 0,8% secara mingguan, melanjutkan tren bearish sejak awal tahun.
"Pasar masih khawatir dengan pertumbuhan ekonomi China yang melambat. Pelonggaran tarif belum cukup untuk memulihkan sentimen," jelas Lukman Hartono, Analis Senior PT Bahana Sekuritas, saat diwawancarai.
Sektor Pertambangan Indonesia Terimbas
Pelemahan ini langsung berdampak pada kinerja emiten pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI):
- Saham PTBA (Bukit Asam) turun 1,5%
- Saham ANTM (Aneka Tambang) melemah 2,1%
- Saham HRUM (Harum Energy) terkoreksi 1,8%
"Jika tren berlanjut, target penerimaan negara dari pajak tambang bisa terganggu," ungkap Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, dalam konferensi pers terpisah.
Prospek Semester II 2025
Beberapa analis masih optimis harga komoditas akan membaik memasuki kuartal ketiga, seiring dengan pemulihan produksi industri China. Namun, Bank Dunia dalam laporan terbarunya memprediksi harga batubara dan CPO akan tetap rendah hingga akhir tahun.
Pemerintah Indonesia disebut sedang menyiapkan skenario mitigasi, termasuk insentif ekspor dan diversifikasi pasar.
(ar/ar)
Post a Comment